Senin, 30 Maret 2009

.Undang Undang Adat di Minangkabau

by Gufron on Monday 09 February 2004

by Silfia Hanani on Thursday 26 February 2004

Undang-Undang Adat Minangkabau

Undang-Undang Adat Minangkabau bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana dikatakan dalam pepatah "Bumi sanang, padi manjadi, padi masak, jaguang maupiah, taranak bakambang biak, antimun mangarang bungo, nagari aman santosa".

Undang-Undang disusun untuk dijadikan pedoman bagi anak cucu dikemudian hari, turun-temurun dan berkembang sejak "Saedaran Gunuang Marapi, saliliek Gunuang Pasaman, lalu ka Gunuang Mahalintang, ka Rantau Nan Tujuh Jurai, sampai ka Ombak Nan Badabua".

Landasan Undang-Undang di Minangkabau adalah Kato Adat Nan Limo Rupo, yaitu:

1. Suri - Tuladan

2. Ukue - Jangko

3. Barih - Balabeh

4. Cupak - Gantang

5. Bungo - Naraco

Dikiaskan dalam Tambo "sawah gadang satampang banieh, makan Luhak Nan Tigo", maksudnya bahwa semua nagari di Minangkabau memakai peraturan yang satu, satu lembaga adatnya, satu pusaka dan satu undang-undangnya: Adat Lamo Pusako Usang.

Sendi Undang-Undang Adat ialah "Cupak Nan Duo - Kato Nan Ampek":

1. Cupak Usali

2. Cupak Buatan

3. Kato Pusako

4. Kato Mufakat

5. Kato Dahulu

6. Kato Kudian

Cupak adalah ukuran isi, terbuat dari "batuang" atau bambu, pepatah adat mengatakan "Cupak sapanjang batuang", artinya menurut bahasa adalah sepanjang antara dua ruas bambu yang dibuat atas kata sepakat dan dengan isi tertentu, yang dijadikan "Cupak tuladan". Cupak ini dinamakan "Cupak Usali" yang isinya 12 tail.

Berpedoman pada Cupak Usali ukuran lain menurut adat, seperti:

Gantang nan papek

Bungka nan piawai

Nan batiru-batuladan

Nan balukih-balimbago

Kato Nan Ampek disebut juga Kato Adat

Permuloaan Kato kasudahan hukum

Parmuloaan Hukum kasudahan kato

Yang dikatakan Kato Pusako yaitu:

Kato Rajo malimpahkan,

Kato Panghulu manyalasaikan,

Kato Malin kato hakikat,

Kato Manti kato manghubueng,

Kato Dubalang kato mandareh,

Kato Parampuan kato marandah,

Kato rang banyak kato bagalau.

Maumban manuju tampuek,

tantang bana buah karareh.

Manabang manuju pangka,

tantang bana rueh karabah.

Manggayueng sagayueng putuih

Maumban saumban rareh

Mangauik sakauik kameh

Bakato sapatah sadang

Filsafat Adat Minangkabau

Filsafat atau falsafah Minangkabau disebut dengan Falsafah Samo atau sama, bermakna persamaan, kesamaan dan kebersamaan antar individu, antara kaum dan antara desa. Dan ada yang mengatakan sikap sosiologis orang Minangkabau adalah egaliter, yaitu tidak merasa orang lain lebih tinggi dari dirinya sendiri.

Falsafah alam Minangkabau meletakkan setiap manusia atau orang dalam status yang sama, seperti kata pepatah:

Tagak samo tinggi

Duduak samo randah

Setiap manusia mempunyai fungsi dan peranan yang berbeda-beda menurut harkat dan martabatnya masing-masing. Seperti dikatakan orang Minangkabau:

Nan buto paambuih lasuang

Nan pakak palapeh badia

Nan lumpuah paunyi rumah

Nan binguang disuruah-suruah

Nan cadiak lawan barundiang

MALU YANG HARUS DIHINDARI

Merasa diri kurang berharga merupakan kesia-siaan, merasa diri paling tinggi merupakan kegilaan, akan tetapi harga diri yang jatuh (hilang) merupakan suatu aib yang memalukan.

Merendahkan harga diri yang tidak dapat dimaafkan antara lain mengemis atau meminta belas kasihan. Rasa malu atau aib yang diderita itu akan melibatkan seluruh kerabat dan lingkungan masyarakatnya sendiri, karena seolah-olah tidak mampu menghiraukan dan melindungi kerabatnya sendiri atau warga masyarakatnya sendiri.

Untuk menjaga agar tidak seorangpun kena aib, harus pandai menyimpannya dari mata orang lain, seperti petuah:

Mamakan habih-habih

Manyuruak hilang-hilang

Adakalanya rasa malu itu datang karena harga diri dijatuhkan orang lain dengan cara penghinaan. Pituah mengajarkan agar mereka melakukan pembalasan. Sebagaimana dikatakan orang Minang "Musuah indak dicari, basuo pantang dielakkan, tabujua lalu tabalintang patah". Jikalau yang memberi hinaan lebih kuat untuk dilawan, maka ada pameo yang mengatakan "tak lalu dandang dek aia, di gurun ditunjuak-an juo" (walaupun sampan tidak dapat lewat melalui air, diusahakan juga melalui pasir atau gurun), yang artinya kalau tidak dapat membalas dengan cara biasa, maka balaslah dengan cara tidak biasa.

SATITIAK JADIKAN LAUIK

Sebagaimana kita ketahui, dalam alam Minangkabau, semua yang berlaku baik itu adat, kehidupan sosial atau masyarakatnya berguru kepada alam yang terbentang luas.

Seperti pepatah Minangkabau "satitiak jadikan lauik", artinya walapun kita cuma dapat sedikit, namun harus dikembangkan. Seperti ilmu yang diperoleh, walaupun cuma sedikit, tetap harus dikembangkan pada masyarakat.

SAKAPA DIGUNUANGKAN

Pepatah ini memiliki arti yang luas. Maksudnya disini, barang sesuatu yang diperoleh baik dari jerih payah sendiri maupun dari pemberian orang lain walaupun sedikit, tetap harus disyukuri dan kita anggap sebagai nikmat yang besar.

ALAM TAKAMBANG JADI GURU

Orang Minangkabau menamakan tanah airnya "Alam Minangkabau". Alam bagi mereka adalah segala-galanya, bukan hanya sebagai tempat lahir dan mati, atau tempat hidup dan berkembang, melainkan juga mempunyai makna fisiologi, seperti yang diungkapkan dalam "Alam Takambang Jadi Guru". Oleh karena itu, ajaran dan pandangan hidup orang Minang dinukilkan dalam pepatah, petitih, mamangan dan yang lainnya. Mengambil ungkapan dalam bentuk, sifat dan kehidupan alam seperti:

Panakik pisau sirauik

ambiak galah batang lintabuang

silodang ambiak ka niru

nan satitiak jadikan lauik

nan sakapa jadikan gunuang

alam takambang jadi guru

Ketentuan-ketentuan alam yang disusun menjadi pepatah atau petitih digambarkan dalam berbagai bentuk dan corak, ada yang dinyatakan secara langsung dan ada yang tidak. Seperti yang dimaksud dalam gurindam berikut:

Malangkah di ujuang padang

Basilek di ujuang karih

Kato salalu baumpamo

Rundingan nan banyak bamisalan

Untuk lebih jelasnya bahwa Alam Takambang Jadi Guru merupakan sumber pengetahuan bagi orang Minangkabau, dapat dilihat pada kata mufakat yang menjadi titik tolak bagi setiap usaha untuk mencapai tujuan yang baik dalam terlaksananya aturan adat.

Yang merupakan sumber dari kata mufakat dari ketentuan alam ialah:

Bulek aia kapambuluah

Bulek kato dek mufakat

Bulek baru digolekkan

Tipih baru dilayangkan

Adat Minangkabau berpedoman kepada ketentuan alam dan firman Allah S.W.T yang terdapat dalam Al-Qur'anul Karim tentang mempelajari alam itu bagi orang-orang yang berfikir. Maka, masuknya agama Islam di Minangkabau semakin menyempurnakan adat Minangkabau, karena orang Minangkabau mengatakan "Alam Takambang Jadi Guru".

Tata Cara Upacara Adat Minangkabau

MANDUDUAK-AN URANG

Dalam kebiasaan adat masyarakat Minangkabau sampai sekarang, apabila orang tua akan mengadakan kenduri (Alek), seperti misalnya untuk mengawinkan anaknya, maka terlebih dahulu diadakan jamuan yang disebut dengan "Manduduk-an Urang". Maksudnya disini adalah memanggil kaum keluarga dan sanak famili baik dari pihak urang sumando (ipar), mamak atau panghulu dalam kaum untuk berunding dalam melaksanakan "alek" tersebut.

Acara ini dilakukan malam hari dan disertai dengan jamuan makan secara sederhana. Setelah sanak saudara dan mamak hadir dan duduk pada tempatnya yang diatur oleh janang, tak jarang dipakai pidato yang terdiri dari tiga golongan, yaitu:

1. Dari pihak panghulu atau datuknya.

2. Dari pihak tungganai atau mamak.

3. Dari pihak orangtua (bapak) si anak yang akan dikawinkan atau urang sumando.

Tempat duduk ketiga golongan tersebut sudah diatur menurut adat, yang disesuaikan dengan keadaan rumah. Golongan pertama dan pemangku adat didudukkan pada ujung rumah. Golongan kedua pada barisan dinding muka rumah dan golongan ketiga pada baris dinding dalam ruang rumah.

Setelah semuanya duduk pada tempatnya masing-masing, dilanjutkan dengan acara sirih-manyirihi atau menghidangkan rokok, dan baru kemudian mulai dibuka acara. Dalam acara ini, biasanya panghulu-lah yang memulai pembicaraan terlebih dahulu, atau kadang-kadang dimulai dari pihak bapak atau urang sumando. Selanjutnya panghulu akan menanyakan kepada wali si anak kapan rencana untuk mengadakan alek-nya dan apa-apa saja yang diperlukan.

PIDATO PENERIMAAN TAMU

Masalah tempat duduk menjadi perhatian besar dalam kalangan masyarakat Minangkabau, terlebih lagi dalam acara baralek. Orang Minang khawatir, kalau seorang tamu tidak duduk pada tempatnya menurut adat. Kalau hal ini terjadi, apalagi bagi orang yang masuk ke dalam kalangan panghulu, sering terjadi kecaman secara halus dari pihak tamu pemangku adat, malah kadang-kadang menjadi polemik atau permasalahan yang panjang.

Oleh sebab itu, janang harus hati-hati sekali. Walaupun demikian, disampaikan juga permohonan maaf kepada yang hadir apabila tidak "terdudukkan" atau ditempatkan pada tempat yang semestinya. Permintaan ini disampaikan dengan pidato yang berirama, dan ditujukan kepada pemangku adat dari kaum yang berbeda.

"Mano Sutan! (Angku Datuak)

bakeh angku kato sapatah dari pihak kami,

sungguahpun kapado angku ditibokan sambah,

mangko sarapek papeknyo pulo niniak mamak nan gadang basa batuah

sarato silang nan bapangka, karajo nan bapokok.

Ba-a..."

PIDATO HIDANGAN

Dibawah ini pidato yang digunakan apabila makanan telah dihidangkan dan mempersilahkan tamu untuk mulai bersantap:

Dari sipangka (yang punya acara):

"...Bakeh angku juo kato sapatah,

tapi sungguahpun ka angku tibokan sambah,

nyolah ka sarapek papeknyo jamu kami hadie tantangan..."

Setelah melihat ke kiri dan ke kanan, dan setelah mengetahui bahwa tidak ada yang melanggar menurut adat, maka persembahan tersebut akan dijawab pula oleh tamu:

"Mano Angku (Datuak),

Bakeh angku pulu sapatah dari kami

sungguahpun kapado angku dipulangkan sambah

tapilah sarapek papeknyo niniak mamak

silang nan bapangka karajo nan bajunjuang.

Kalaluanyo..."

Dan sipangka akan menjawab, "Iyolah."

Disambung oleh tamu:

"Bakeh Angku juo sapatah.

Jiko di kami si jamu,

indak lai rasonyo sasuatu alah talatak pado tampeknyo

alah dibarih pamahatan alah manuruik adaik jo limbago.."

Barulah kemudian, sipangka (yang punya acara) akan mempersilahkan para tamu untuk mulai bersantap.

"Nak mudiak ka Batang Hari

nak hilia ka Pauah Kamba

Babelok ka Pariaman

Minumlah aie nan taisi

Santaplah juadah nan ka tanggah

Nak sanang pulo hati sipangkalan."

PIDATO MAURAK SELO

Setelah selesai bersantap, para tamu tidak dapat begitu saja mengucapkan selamat tinggal dan pergi meninggalkan acara. Sepatah atau dua patah kata haruslah diucapkan oleh pihak jamu (tamu), karena hal tersebut sudah merupakan salah satu basa-basi di Minangkabau, yang "indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan."

"Bakeh angku hanyo lai kato sapatah.

Sungguahpun sambah dipulangkan bakeh angku

batinnyo iyolah ka silang nan bapangka karajo..."

Walaupun begitu, belumlah dijawab dan diputuskan oleh sipangka, namun minta tunggu sebentar untuk merundingkannya dengan "silang nan bapangka, karajo nan bapokok". Setelah sepakat untuk melepas tamu tersebut, barulah dipulangkan sembah kepada jamu yang berpidato tersebut dengan meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan.

Luhak dan Rantau

Luhak adalah daerah inti Minangkabau yang terdiri dari tiga daerah, Luhak Tanah Data, Luhak Agam, Luhak Limo Puluah Koto, yang biasanya disebut dengan "LUHAK NAN TIGO". Di daerah inilah mula-mula orang Minangkabau mendirikan koto, dusun, nagari sampai menjadi luhak. Sedangkan rantau adalah daerah tempat orang Minang mencari penghidupan sambil bermukim buat sementara. Di daerah rantau orang Minang berusaha mendapatkan penghasilan dari bermacam-macam usaha. Apabila sudah cukup terkumpul maka mereka akan kembali untuk modal dan membangun kampung halaman.

Daerah rantau pertama orang Minangkabau adalah daerah sepanjang sungai yang berhulu ke Bukit Barisan dalam daerah Luhak Nan Tigo dan bermuara ke Selat Malaka (Laut Cina Selatan). Sungai-sungai itu adalah Batang Sinamar dan Batang Lampasi di Luhak Limo Puluah Koto, Batang Agam, Batang Antokan dan Batang Palupuah di Luhak Agam serta Batang Anai, Batang Selo dan Batang Umbilin di Luhak Tanah Data, yang kesemuanya itu membentuk Sungai Rokan dan Sungai Kampar.

Sifat khas dari orang Minang yang suka pergi merantau ke berbagai daerah lain, meninggalkan kampung untuk memperluas cakrawala atau pandangan untuk mengenal daerah diluar Minangkabau, tercermin dalam pepatah orang Minang dibawah ini:

Karatau madang dihulu

Babuah babungo balun

Marantau bujang dahulu

Di rumah paguno balun

Daerah Sumatera Barat yang berada di antara Luhak Nan Tigo dengan daerah rantau, seperti daerah Sawahlunto Sijunjuang di sebelah timur dan daerah Solok - Muaro Labuah di barat, dinamakan dengan "ikua rantau kapalo darek", yang merupakan daerah peralihan dari daerah Minangkabau asli dengan daerah rantau.

LUHAK TANAH DATA

Merupakan luhak pertama di Minangkabau. Luhak Tanah Data terdiri dari tiga bagian, yaitu Limo Kaum Duo Baleh Koto, Sungai Tarab Salapan Batu dan Batipuah Sapuluah Koto.

Sebenarnya, dari daerah Limo Kaumlah asalnya Koto. Setelah berkembangnya penduduk, orang-orang membuat dusun disekelilingnya, maka Limo Kaum menjadi Nagari Limo Kaum Duo Baleh Koto dengan Sembilan Koto didalamnya.

Yang termasuk ke dalam Duo Baleh Koto adalah Ngungun, Panti, Cubadak, Sipanjang, Pabalutan, Sawah Jauah, Rambatan, Padang Magek, Labuah, Parambahan, Tabek dan Sawah Tangah.

Sedangkan Sembilan Koto didalamnya adalah Tabek Boto, Saloganda, Baringin, Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak, Sungai Amon, Tanjuang Barulak dan Rajo Dani.

Begitu pula Sungai Tarab membuat dusun disekelilingnya yang bernama Koto Tuo, Pasie Laweh, Koto Panjang, Selo, Sumanik, Patih, Situmbuk, Gurun, Ampalu, Sijangek dan Koto Badampiang. Setelah itu Sungai Tarab bernama Sungai Tarab Salapan Batua, "Nan baikua bakapalo, ba kapak ba ambai, ampek di kida, ampek di suok".

Tanjuang Sungayang membuat pula dusun disekelilingnya, yaitu: Andaleh, Barulak, Talago, Sungai Parai, Sungayang, Sawah Liek dan Koto Ranah. Maka Tanjuang Sungayang dengan tujuh koto dinamakan "Tanjuang Sungayang Diateh Ameh". Selain itu juga disebut dengan "batanjuang nan tigo balubuak nan tigo", yaitu dikepalanya Tanjuang Alam, ditengahnya Tanjuang Sungayang dan diujungnya Tanjuang Talawi.

Daerah Batipuah Sapuluah Koto adalah Pariangan, Padang Panjang, Jaho, Tambangan, Koto Laweh, Pandai Sikek, Sumpu, Malalo Gunuang dan Paninjauan.

Sementara itu daerah rantau Luhak Tanah Data meliputi Batang Hari, Pucuak Jambi sambilan lurah yaitu daerah-daerah sehiliran Batang Hari. Di daerah hulu batang hari dikenal Rantau Cati nan Batigo, yaitu Cati di Padang Laweh, Cati di Sitiung, Cati di Siguntua, Pamuncak di Koto Basa, Camin Taruih di Pulau Punjuang, Syahbanda di Sipangkua, Taliju Lubuak Bulang, Rantau Nan Kurang Aso XX, yaitu Lubuk Ambacang, Lubuk Jambi, Gunuang, Koto, Banai, Pangian, Basra, Sitanjua, Kopa, Teluk Ingin, Indoman, Surantih, Taluak Rayo, Simpang Kulayang, Aie Molek, Pasisie Ringgit, Kuantan, Talang Mamak dan Kualo Enok.

Daerah rantau yang lain adalah, Rantau Pesisir Panjang yang dinamakan Bandar X. Daerah yang termasuk Bandar X adalah Batang Kapeh, Ampiang Parak, Kambang, Lakitan, Punggasan, Aie Haji, Painan, Banda Saliso dan Tarusan. Tapan, Lunang, Silaut, Indrapura dan Manjuto juga merupakan daerah rantau Luhak Tanah Data.

Disamping itu juga ada yang disebut dengan Ujuang Darek Kapala Rantau, yang merupakan daerah perbatasan antara luhak dengan daerah rantau. Daerah tersebut adalah Anduriang Kayu Tanam, Guguak, Kapalo Hilalang, Sicincin Tinggi, Toboh Pakandangan 2 x 11 VI Lingkuang, dan Tujuah Koto Sungai Sariak.

LUHAK AGAM

Daerah-daerah di Luhak Agam memakai adat Koto Piliang dan adat Bodi Caniago. Daerah yang memakai adat Koto Piliang ada enam belas koto yaitu Sianok, Koto Gadang, Guguak, Tabek, Sarojo, Sarik, Sungai Pua, Batagak, Batu Palano, Lambah, Panampuang, Biaro, Balai Gurah, Kamang, Bukik, Salo Magek. Daerah-daerah tersebut dinamakan "Ampek Angkek" atau empat-empat yang berangkat, yang memakai adat Koto Piliang. Disini tidak didapati panghulu-panghulu yang berpangkat "Pucuak".

Selain yang enam belas koto tersebut, yang lainnya memakai adat Bodi Caniago yaitu Kurai, Banuhampu, Lasi, Bukik Batabuah, Kubang Putiah, Koto Gadang, Ujuang Guguak, Canduang Koto Laweh, Tabek Panjang, Sungai Janiah, Cingkariang Padang Lua. Kesemua koto tersebut kebesarannya memakai "Pucuak".

Sedangkan untuk daerah rantau Luhak Agam adalah Tiku Pariaman. Sedangkan daerah yang disebut dengan Ulu Darek Kapalo Rantau adalah Palembayan, Silareh Aie, Lubuk Danau Nan Sapuluah, Lubuak Basuang, Kampuang Pinang, Simpang Ampek Sungai Garinggiang, Lambah Bawan, Tigo Koto, Garagahan Padang Manggopoh.

LUHAK LIMO PULUAH KOTO

Disebut juga dengan Luhak Nan Bungsu. Dalam Luhak Limo Puluah Koto adalah lima wilayah adat, yaitu:

1. Hulu

Kebesarannya Balai di Hulu Situjuah Banda Dalam. "Basuku ka Patopang, basako ka Datuak Simangayuah Nan Mangiang, bajangjang ka ladang laweh, bapintu ka Sungai Patai, Salilik Gunuang Sago, hinggo labuah Gunuang Mudiak, sampai ka balai Koto Tinggi.

2. Luhak

Kebesarannya Balai Gadang Koto Piliang, Sitanang Muaro Lakin. "Basuku ka Piliang, basako ka Datuak Paduko Rajo". Daerahnya dari Bungo Mudiak hingga Limbukan Hilia, Mungo Koto Kaciak, Andaleh, Tanjuang Kubu, Banda Tunggang, Sungai Kamuyang, Aue Kuniang, Tanjuang Patai, Gadih Angin, Limbukan, Padang Karambia, Limo Kapeh, Aie Tabiak Nan Limo Suku.

3. Sandi

Kebesarannya Balai Gadang di Payokumbuah Koto Nan Gadang, "basuku ka Sipisang, basako ka Datuak Parmato Alam Nan Putiah". Daerahnya dari Bukik Sikabau Hilia sampai ke Muaro Mudiak, Nasi Randam hingga Padang Samuik ke tepi yang meliputi Nagari Koto Nan Gadang dan Koto Nan IV sekarang ini.

4. Ranah

Kebesarannya Balai Gadang Galanggang Sijambi di Talago Gantiang, "basuku ka Payobada, basako ka Datuak Bandaro Nan Hitam". Daerah yang termasuk Ranah adalah Gantiang, Koto Laweh, Suliki, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai Mansiro, Talago, Balai Talang, Balai Kubang, Taeh, Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuak Batingkok, Tarantang, Sari Lamak, Solok, Padang Laweh.

5. Lareh

Kebesarannya Balai Jariang di Bodi, "Basuku ka Bodi, basako ka Datuak Majo Indo Nan Mamangun." Daerahnya dari Bukik Cubadak sampai Mudiak, hingga Padang Balimbiang Hilie. Pusatnya di Sitanang Muaro Lakin. Lama-kelamaan daerah ini berkembang dan melahirkan beberapa nagari, yaitu Ampalu, Halaban, Labuah Gunuang, Tanjuang Gadang dan Gunuang Sahilan.

Dari Luhak Limo Puluah Koto ini daerahnya berkembang sampai ke Muaro Sungai Lolo, Tapus, Rao Mapat Tunggul, Kubu Nan Duo, Sinurut, Talu, Cubadak, Simpang Tonang, Pasaman, Ampalu, Aue Kuniang, Parik Batu, Sasak, Sungai Aue, Aie Balam dan Sikilang Aie Bangieh.

Untuk daerah rantau Luhak Limo Puluah Koto adalah Kampar Kanan dan Kampar Kiri. Rantau Kampar Kiri terdiri dari enam bagian, yaitu Ludai, Ujuang Bukik, Gunuang Sahilan, Lipek Kain, Kunut dan Sanggan. Rantau Kampar Kanan dibagi atas tiga bagian. Pertama disebut "Di hulu tunggu nan tigo", yang terdiri dari Limbanang Koto Laweh, Koto Tangah dan Koto Tinggi. Yang kedua disebut "Di Tangah kampar sambilan", yang terdiri dari Tanjuang, Muaro Takuih, Gunuang Malelo, Pongkai, Koto Bangun, Silalang, Durian Tinggi, Kapuak dan Lubuak Alai. Yang ketiga disebut "Di ulak koto nan anam", yang terdiri dari Koto Baru, Koto Alam, Tanjuang Pauah, Tanjuang Baliak, Mangilang dan Malintang.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mantap bana, tolong tambah ciek lai ngku, tantang Patitah-patitah Adat, payah bana cari bukunyo, bia bisa pulo ambo baraja, maa tau pulang kampuang isuak, awak diangket jadi datuak, ha....ha......ha.......

Posting Komentar

Rekan Alumni yang terhormat,kami admin berusaha lebih mendekatkan info ke ruang pribadi anda.semoga komunitas milis ini sebagai tag additional setelah ruang wicara yang telah berjalan,
Bila kita mau bersaudara..tidak ada kata yang membatasi ruang dan waktu walau hanya 5 (lima) menit kawan.